Tiga hari sejak hari senin tanggal 26, Oktober 2015, Pusat Studi Islam dan Sains Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang mengadakan kegiatan marathon dengan tema “Sekolah Turats Islam”. Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut ini dihadiri dari oelh berbagai elemen stakeholder integrasi islam baik dari akademisi kampus, guru SKI di sekolah Aliyah Se-Kota Malang, MUI, DMI, NU, Perguruan Tinggi dan mahasiswa pascasarjana UIN Malang.
Dr. Hj. Mufidah mewakili Rector UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam sambutanya menjelaskan bahwa ‘kajian ilmu keislaman saat ini diharapkan sudah tidak lagi bersifat kajian yang mengawang atau dalam tarap ide, namun Islam diharapkan dapat bersinggungan langsung dengan dunia nyata dan hadir sebagai problem solver atas berbagai masalah masyarakat’. Maka kegiatan dengan tema ‘Kajian Turats Islam’ yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam dan Sains LP2M UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini adalah realisasi dari berbagai kegelisahan tersebut. Diharapkan kajian-kajian keislaman ini nantinya menjadi cikal bakal tumbuhnya nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
Pada hari pertama kegiatan ini dimulai dengan presentasi dan pembahasan tentang pemikiran hasan hanafi. Narsumber yang menyajikan tokoh ini adalah Dr. H. Badrudin Muhamad dan panel dengan Dr. H. Syamsul Hady. Para audiens yang merupakan representasi para pemerhati dan pelaku perkembangan Islam terlihat antusias dalam mengikuti berbagai sesi dan termin yang dilaksanakan dalam kegiatan sekolah turats UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tersebut.
Hassan Hanafi sebagai seorang ilmuwan muslim merupakan tokoh pembaharu islam yang lahir di saat Islam sedang mengalami kejumudan. Kejumudan inilah yang dilatar belakangi oleh kesalah pahaman umat muslim terhadap dunia tasawuf. Menurut hanafi tasawuf lahir dalam kondisi yang mengharuskan adanya upaya menanggulangi kekalahan politik dan militer, yang telah disublimasikan dalam kemenangan rohani, sehingga tasawuf seolah-olah tidak memiliki lagi sentuhan makna sosiologis dan keduniawian yang secara nyata sedang dihadapi oleh manusia. Oleh karena itu, Hanafi berusaha merekonstruksi nilai mistik jenjang-jenjang moral, kondisi-kondisi psikologis dan kesatuan mutlak untuk membantu generasi-generasi modern menghadapi tantangan-tantangan yang sedang dihadapi.
Narasumber lebih lanjut menjelaskan bahwa tasawuf merupakan sebuah ideologi perjuangan yang diterapkan secara terbalik, ideologi kemenangan batin dan spiritual diri. Dalam konteks keilmuwan klasik tasawuf dipandang sebagai suatu jalan yang meliputi tiga tahap: tahap moral, tahap etiko-psikologis dan tahap metafisik. Hanafi kemudian melakukan rekonstruksi tasawuf dalam ketiga hal tersebut dengan menambahkan lanjutan ide, dimana ketika tahap metafisik sudah ter-raih, maka tahap selanjutnya adalah dengan mengimplementasikannya untuk turun menuju dunia realitas dengan meembawa nilai-nilai kebenaran islam.
Dinamika forum yang diseting dengan pola diskusi terbuka terlihat efektif dalam membangun suasana forum yang hangat. Diskusi yang berlangsung antara narasumber dan para peserta terlihat gayeng dan menyentuh substansi materi. Semoga ini adalah realitas keilmuwan muslim saat ini yang hendak bangkit dari berbagai ketertinggalan dalam menguasai tehnologi, akademik dan responsibility terhadap isu-isu perubahan social kemasyarakatan. (M. Sholehudin)